tugas makala ahlak budaya buton


BAB I
PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Kesultanan Buton terletak di Pulau Buton Propinsi Sulawesi tenggara, di bagian tenggara Pulau Sulawesi . Pada zaman dahulu memiliki kerajaan sendiri yang bernama kerajaan Buton dan berubah menjadi bentuk kesultanan yang dikenal dengan nama Kesultanan Buton. Nama Pulau Buton dikenal sejak zaman pemerintahan Majapahit, Patih Gajah Mada dalam Sumpah Palapa, menyebut nama Pulau Buton.
Sejarah yang umum diketahui orang, bahwa Kerajaan Bone di Sulawesi lebih dulu menerima agama Islam yang dibawa oleh Datuk ri Bandang yang berasal dari Minangkabau sekitar tahun 1605 M. Sebenarnya Sayid Jamaluddin al-Kubra lebih dulu sampai di Pulau Buton, yaitu pada tahun 815 H/1412 M. Ulama tersebut diundang oleh Raja Mulae Sangia i-Gola dan baginda langsung memeluk agama Islam. Lebih kurang seratus tahun kemudian, dilanjutkan oleh Syeikh Abdul Wahid bin Syarif Sulaiman al-Fathani yang dikatakan datang dari Johor. Ia berhasil mengislamkan Raja Buton yang ke-6 sekitar tahun 948 H/ 1538 M.
Dalam riwayat yang lain menyebut bahawa yang melantik Sultan Buton yang pertama memeluk Islam, bukan Syeikh Abdul Wahid tetapi guru beliau yang sengaja didatangkan dari Patani. Raja Halu Oleo setelah ditabalkan sebagai Sultan Kerajaan Islam Buton pertama, dinamakan Sultan Murhum.

1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan sebagai berikut:
1.      Bagaimana asal usul dan riwayat hidup sultan murhum?
2.      Bagaimana masa perjuangan sultan murhum?
3.      Bagaimana masa meniti karir politik sultan murhum.

1.3. Tujuan
Tujuan dari penulisan makala ini adalah sebaagai berikut:
1.      Mengetahui asal usul dan riwayat hidup sultan murhum.
2.      Mengetahui masa perjuangan sultan murhum.
3.      Mengetahui masa meniti karir politik sultan murhum.








BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Asal Usul Dan Riwayat Hidup Sultan Murhum
Tradisi Buton baik lisan maupun tulisan menuturkan bahwa Murhum yang semasa kecil bernama Lakilaponto lahir di istanah Raja Wuna diperkirakan pada awal abad ke XVI memiliki darah kebangsawanan Melayu, Jawa, Wuna, Konawe, Luwu dan Buton.
Sibatara ( Sri Batara) yang pernah menjadi duta keliling Kerajaan Majapahit untuk wilayah Timur Nusantara pada Medio abad ke XIV,melakukan perkawinan di Kerajaan Luwu ( Sulawesi selatan ) dengan Waboteo (Wetendiabe) dan melahirkan dua orang putra yaitu Laeli alias Sugipatani yang kelak menjadi raja Wuna I dan Latiworo kelak menjadi Raja Tiworo I. Sugipatani menurunkan Sugilaende (Sugimpeori) Raja Wuna ke II kemudian berputra bernama Sugimanuru Raja Wuna ke III dan kawin dengan Watuwapala anak dari Kiy Jula (putra Bataraguru Raja Buton ke III). melahirkan 3 orang putra yaitu :
1. Lakilaponto yang kemudian menjadi Raja Buton VI dan Sultan I
2. Laposusu
3. Wapogo
Dimasa kanak-kanak Murhum telah memperlihatkan sifat-sifat kepemimpinan, berbudi pekerti, tegas, suka menolong, pemberani, adil dan penuh kesabaran, sehingga mendapat perhatian khusus dari ayah handanya Raja Wuna ke III. Oleh karena itu Raja Wuna III berinisiatif untuk mengirim Murhum ke Istanah Raja Buton yang saat itu memerintah adalah Raja Mulae (raja Buton V ) paman dari pihak ibunya sebagaibelobamba ( salah satu Sistim Pengkaderan para calon pemimpin masa depan), untuk belajar tentang tata cara adat istiadat Istana peraturan-peraturan kenegaraan, akhlak dan sopan santun maupun kesatriaan.

2.2. Masa Perjuangan Sultan Murhum
Memasuki usia dewasa Murhum meninggalkan istanah Raja Mulae dan melanglang buana sampai di pulau Selayar bahkan menjadi salah seorang tokoh perlawanan dalam mengusir bajak laut Tobelo dan dalam pengejarannya terhadap para pengacau keamanan, Murhum tiba dipulau Marege ( wilayah Australia ) sekarang.
Ketika Murhum masih berada di Selayar situasi perairan di Kerajaan Buton sangat rawan sebagai akibat serangan bajak laut pimpinan Labolontio (bermata satu) mulai menyerang wilayah-wilayah pesisir Utara Kerajaan Buton, maka Raja Mulae ( Raja Buton ke V ) meminta Bontona Barangkatopa segera memanggil Murhum kembali ke Buton dengan tugas utama menghancurkan bajak laut Labolontio. Sementara itu di pusat Kerajaan Buton laskar kerajaan telah siap menunggu perintah untuk berangkat menghadapi bajak laut dan atas perintah Murhum (selaku pimpinan pasukan) berangkat menuju selat Buton antara daratan pulau Buton dan Pulau Muna (tiba di Boneatiro sekarang), terjadilah pertempuran yang amat dahsyat dan Labolontio tewas terbunuh ditangan Murhum sendiri. Maka sebagai bukti seusai perang kepala Labolontio dipenggal oleh salah seorang pasukan Murhum selanjutnya diambil untuk diperlihatkan kepada Raja Buton (Raja Mulae) serta dipertontonkan seluruh rakyat sebagai tanda kemenangan dan kedamaian diseluruh wilayah kerajaan.

2.3 Masa Meniti Karir Politik Sultan Murhum
A. Menjadi Raja Konawe
Ketika kerajaan Konawe (Kendari sekarang) salah satu negeri leluhur Murhum terjadi prahara/pertikaian dengan kerajaan Mekongga (saat ini menjadi wilayah Kolaka) maka atas permintaan Mokole Konawe kepada Raja Buton, maka Murhum diberangkatkan ke Kerajaan Konawe dengan dikawal sepasukan orang-orang pilihan dari Kadie/Wilayah Watumotobe (wilayah Kapontori sekarang), salah satu pasukan elit kelompok Matana Soromba dengan pertimbangan bahwa wilayah Watumotobe sama dengan kondisi alam kerajaan Konawe yang berhutan lebat.
Kehadiran Murhum bersama para pengawalnya disambut suka cita oleh Mokole Konawe karena betepatan dengan kesulitan yang dihadapi negerinya sedang bertikai dengan Kerajaan Mekongga. Keyakinan Mokole Konawe atas kemampuan Murhum beserta para pengawalnya sehingga diberikan kepercayaan penuh kepada Murhum untuk mengambil sikap sekaligus menjadi pimpinan pasukan Konawe dalam menyelesaikan krisis dengan Kerajaan Mekongga. Krisis tersebut tidak berlangsung lama dan kemenangan berpihak kepada Kerajaan Konawe atas jasa Murhum. Atas jasanya tersebut sejarah Konawe memberikan gelar kepada Murhum dengan istilah Halu Oleo, sejak masa itulah Murhum menjadi Raja Konawe, dan iapun kawin dengan salah seorang putri mantan Mokole yang dikaruniai 3 (tiga) orang putri yaitu Wakonawe, Wapoasia dan Walepo-lepo.

B. Menjadi Raja Wuna IV
Setelah sekian lama Murhum dalam perkawinannya dengan Wa Tampayidongi putri Raja Mulae (Raja Buton VI) maka datang perutusan dari istana Kerajaan Wuna dan menyampaikan bahwa ayahanda Murhum yaitu Raja Sugimanuru sakit keras sehingga diharapkan untuk kembali ke tanah kelahirannya (Kerajaan Wuna). Tidak berselang lama setelah Murhum tiba, maka ayahandanya (Raja Sugimanuru) mangkat. Dengan mangkatnya Raja Sugimanuru melahirkan kosongnya pimpinan kerajaan Wuna pada waktu itu. Syara Wuna mengadakan musyawarah untuk menentukan pengganti mendiang Raja Sugimanuru. Diantara 2 (dua) orang putra Sugimanuru yaitu Lakilaponto alias Murhum dan La Posasu, maka diputuskan oleh syara Wuna menetapkan Lakilaponto alias Murhum sebagai Raja Wuna ke IV dengan pertimbangan sebagai putra sulung Raja Sugimanuru.
Sebaliknya di Kerajaan Buton pada saat yang hampir bersamaan Murhum dipanggil pulang oleh Raja Mulae untuk urusan yang sangat penting sehingga dalam keadaan terpaksa jabatan sebagai Raja Wuna ke IV diserahkan kepada saudaranya yaitu La Pososu sebagai Raja Wuna ke V.
C. Menjadi Raja Buton VI ( Sultan Buton I )
Karena usia sudah uzur Raja Buton ke V yaitu Raja Mulae sangat menyadari kemampuan dalam mengendalikan roda pemerintahan mulai nampak menurun sehingga meminta pertimbangan syara Buton (Siolimbona) untuk menyerahkan jabatan Raja kepada Murhum dengan pertimbangan bahwa Murhum telah memberikan jasa dan pengabdiannya dalam menyelamatkan Kerajaan Buton dari berbagai gangguan, ancaman, juga didasari pribadi Murhum menunjukan sifat-sifat seorang pemimpin, jujur, bijaksana dan tegas mengambil keputusan, disamping sebagai anak menantu Raja Mulae.
Usul Raja Mulae mendapatkan respon positif dan suara bulat dari anggota legislatif Dewan Siolimbona untuk menetapkan Murhum sebagai Raja Buton yang ke VI. Pada awal masa pemerintahan Raja Murhum mengangkat Manjawari sebagai Sapati pertama dan Batambu sebagai Kenepulu pertama kedua orang yang disebutkan tersebut adalah putra asli Selayar dan Wajo Sulawesi Selatan, atas jasa keduanya membantu perlawanan Kerajaan Buton menghadapi bajak laut sehingga diberikan jabatan. Menurut catatan sejarah Buton Murhum menjadi Raja selama 20 tahun dimulai sejak akhir tahun 1538 Masehi.
Ketika memasuki tahun ke 4 menjadi Raja, ia pun kedatangan tamu, seorang muballig dari Johor ( semenanujung Tanah Melayu ) yaitu Syekh Abdul Wahid Bin Sulaiman. Dan dari padanya ia mengukuhkan keislamannya sekaligus juga memperoleh pengakuan sebagai Raja Islam dengan gelar Sultan Murhum Kaimuddin pada tahun 1948 Hijriah atau tahun 1542 Masehi. Dua puluh tahun kemudian sesudah menjadi Raja tepatnya pada tahun 1558 Sultan Murhum Kaimuddin memperoleh pengakuan dan pengukuhan kembali dari Sultan Rum ( Turki ) sebagai Sultan Murhum Kaimuddin Khalifatul Khamis Dan Kerajaan Buton berubah status menjadi Pemerintahan Kesultanan Islam.
Peristiwa tersebut menjadi momentum sejarah mulai membangun Pemerintahan Kesultanan Buton atas sendi-sendi Islam di Bawah bimbingan Syekh Abdul Wahid selaku penasehat Kesultanan pada saat itu. Antara lain dikukuhkannya Falsafah perjuangan hidup bermasyarakat yaitu Yinda-yindamo arataa somanamo karo, yinda-yindamo karo somanamo lipu, yinda-yindamo lipu somanamo agama (tiada meniadalah harta demi diri, tiada menidalah diri demi negeri, tiada meniadalah negeri demi agama ).
Dalam sejarahnya sultan murhum adalah seorang patriotik, maka ia adalah :
1. Seorang pemimpin, seorang bapak, baik sebagai raja dalam pemerintahan, maupun seorang panglima perang, yang membawa negeri dan rakyatnya kepada persatuan dan kesatuan, dan tentram dari gangguan pengacau dari luar.
2. Seseorang yang mempunyai pandangan kearah masa depan yang gilang gemilang bagi negeri dan rakyatnya untuk hidup bahagia tentram dan damai yang telah dinyatakan, dihasilkan dan dimanfaatkan oleh rakyat dan negerinya, sehingga beliau dapat disebut sebagai seorang yang idialis-realis-fragmatis (ingat suasana pemerintahan beliau sebagai raja sebagai gelar Sultan).
3. Seorang yang sangat kasih dan cinta terhadap negeri negeri dan rakyatnya serta norma adat dan agama, melibihi kasih dan cintanya terhadap diri dan keluarganya.
4. Sudah sepatutnya Sultan Murhum Kaimuddin dapatlah dijadikan contoh dan suritauladan pimpinan masa depan dan oleh karenanya nama tersebut dapat dijadikan sebagai salah satu nama apakah negeri, apakah pelabuhan laut, apakah pelabuhan udara atau yang lainnya dan pasti nama tersebut tetap terpatri didalam perjalanan sejarah dan pembangunan Sulawesi Tenggara secara keseluruhan.
,











BAB III
PENUTUP

3.1  .Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Murhum yang semasa kecil bernama Lakilaponto lahir di istanah Raja Wuna diperkirakan pada awal abad ke XVI memiliki darah kebangsawanan Melayu, Jawa, Wuna, Konawe, Luwu dan Buton.
Memasuki usia dewasa Murhum meninggalkan istanah Raja Mulae dan melanglang buana sampai di pulau Selayar bahkan menjadi salah seorang tokoh perlawanan dalam mengusir bajak laut Tobelo. Dalam masa karir politiknya sultan Murhum menjadi raja konawe, raja wuna IV, dan raja buton VI ( sultan buton I ).

3.2. Saran
Saya menyadari dalam penulisan makalah ini, masih jauh dari kesempurnaan dikarenakan kurangnya literatur yang saya miliki, olehnya itu kritik yang sifatnya membangun sangat saya harapkan, demi kesempurnaan makalah ini.




DAFTAR PUSTAKA

http/sejarah.info/2011/11/sejarah-kerajaan-buton.1332-1911
http/bumibuton.blogspot.com/2011/03/sejarah sultan murhum.



















KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa  atas segala limpahan Rahmat dan Hidayah-Nya, sehingga tugas penyusunan makalah yang berjudul “Sejarah Sultan Murhum dapat saya selesaikan tepat pada waktunya.
Makalah yang sederhana ini saya buat disamping untuk memenuhi tugas mata kuliah “akhlak budaya buton  juga untuk menambah pengetahuan yang saya miliki dalam wadah perkuliahan.
Saya menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih terdapat banyak kekurangan sehingga sumbang saran dan kritik yang sifatnya membangun dari berbagai pihak sangat saya harapkan demi sempurnanya makalah ini.
Akhirnya tak lupa saya mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah banyak membantu selama penyusunan hingga selesainya makalah ini.

BauBau,7 juli 2012


Syahril rupli


                                                     



ii

 
 
DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR ............................................................................. ii
DAFTAR ISI ............................................................................................. iii
I.PENDAHULUAN
1.1. Latar Belangkang.................................................................................. 1
1.2. Rumusan Masalah................................................................................. 2
1.3. Tujuan................................................................................................... 2
II.PEMBAHASAN
2.1. asal usul dan riwayat hidup sultan murhum............................................... 3
2.2. masa perjuangan sultan murhum....................................................................... 4
2.3 masa meniti karir politik sultan murhum....................................................... 5
III.PENUTUP
3.1.Kesimpulan......................................................................................................................... 10
3.2 saran....................................................................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................... 11









iii
 
 

Comments