Konon ceritanya
pulau Wangi-Wangi adalah sebuah karang yang dikelilingi lautan. Ha ini
dibuktikan dari adanya Watu Kapala yang terletak di Hanta tooge.
Alkisah,
seorang pelaut yang berasal dari Kepulauan Key di Maluku melabuhkan perahunya
di sebuah karang yang tidak lain sekarang adalah pulau Wangi-Wangi. Entah apa
alasannya, pelaut itu sangat yakin bahwa suatu saat karang itu aka menjadi
sebuah pulau. Sebelum meninggal, ia berpesan pada istrinya agar jika kelak
anaknya (Wasurubhaende) dewasa antarkanlah ia ke sebuah pulau yang terletak
tidak jauh dari pulau Maluku. Seperti anak-anak lainnya, Wasurubhaende, senang
bermain di pantai. Namun anehnya, setiap dia main di pantai ia selalu melihat
semacam kilat. Setiap Ia menanyakan hal itu tidak ada seorangpun yang
mengetahui apakah pertanda kilat itu.
Hari berganti
bulan dan bulan berganti tahun. Wasurubhaende telah tumbuh menjadi seorang
gadis cantik dan berbudi luhur. Rasa penasarannya terhadap kilat yang biasa dia
lihat semakin menggebu-gebu. Sehingga pada suatu hari ia memohon restu kepada
ibunya untuk mendatangi sumber kilat itu. Ia diantar oleh delapan orang
pengawalnya. Mereka menyeberangi lautan dengan menggunakan sebuah perahu.
Alangkah terkejutnya ia setelah melihat kenyataan bahwa kilat yang selama ini
ia lihat ternyata adalah hamparan pasir putih. Ia memerintahkan pengawalnya
untuk berlabuh di pulau itu.
Pertama kali
Wasurubhaende menginjakan kaki di pulau Wangi-Wangi yaitu di Melai. Setelah
itu, mereka melanjutkan perjalanan menelusuri hutan belantara. Karena
kelelahan, mereka beristirahat sejenak. Lalu ia menyuruh pengawalnya untuk
mencari sumber air. Namun, salah seorang pengawalnya berpendapat bahwa di dalam
hutan belantara seperti ini tidak mungkin ada sumber air. Mereka hampir putus
asa. Akan tetapi, tiba-tiba mereka melihat seekor burung yang diantara sayapnya
mengeluarkan setetes air. Mereka pun segera mencari sumber air itu.
Setelah minum Wasurubhaende berkata : “U hu’u, segarnya air ini”. Dan konon
kabarnya sumber air itu dinamakan U hu’u yang sekarang adalah E hu’u.
Mereka
melanjutkan perjalanan, tiba-tiba mereka melihat asap dari Laiga watu.
Disana tinggal seorang tua. Wasurubhaende memutuskan untuk tinggal bersama
orang tua itu. Hingga akhirnya ia bertemu dengan Mo’ori Wolio dan dia
dipersunting menjadi istrinya. Mereka kembali melanjutkan perjalanan ke Pasi
Opa-opa yang sekarang Malarau. Kemudian singgah di Wanti-nti yang sekarang
Fohou.
Dalam perkembangannya,
masyarakat yang menempati bagian barat hingga timur pulau Wangi-Wangi adalah
Mandati. Sedangkan bagian selatan di tempati oleh masyarakat Wanse. Sementara
itu, Liya menempati Rifo motalo di pulau Oroho.
Dahulu Mandati
disebut Mandati tonga karena diapit oleh Wanse dan Liya. Mandati pertama kali
dipimpin oleh La Ode Sinapu dengan gelar Waopu Mansuana atau Waopu Barakati. Ia
pernah diangkat oleh Sara Wolio untuk menjadi sultan di Kesultanan Buton.
Namun, ia menolak hal itu. Setelah berakhir masa kekuasaannya ia digantikan
oleh Waopu Jenggo dan selanjutnya Waopu Jenggo digantikan oleh Waopu Dha’o
Kireno.
Di Mandati
tonga berdiri sebuah benteng yang dibangun sendiri oleh rakyatnya. Benteng ini
sebagai mekanisme pertahanan dalam menghadapi musuh. Benteng ini kini menjadi
prasasti sejarah yang menjadi saksi bisu yang hendak bertutur bahwa di masa
lalu ancaman terus datang silih-berganti.
Pada awalnya
masyarakat Liya meminta kepada masyarakat Mandati untuk menanam “Tau” di
wilyah kekeuasaan Mandati. Namun, lama-kelamaan masyarakat Liya ingin menguasai
wilayah Mandati. Hal itu memancing kemarahan masyarakat Mandati. Dan terjadilah
perang antara daerah Liya dan Mandati. Dalam perang itu Mandati mengalami
kekalahan. Perang antara kedua daerah itu juga berimbang pada masyarakat Wanse.
Setelah Mandati di kuasai oleh Liya, Mandati mencari wilayah kekuasaan baru
yaitu dengan menyingkirka masyarakat Wanse. Dan terjadilah pergeseran wilayah
kekuasaan, yaitu Liya menduduki wilyah Mandati yang sekarang Liya, Mandati
menduduki wilayah kekuasaan Wanse yang sekarang Mandati dan masyarakat Wanse
bergeser ke sebelah selatan yang sekarang Wanse hingga kini.
Penjelasan :
Watu kapal
= Batu yang berbentuk kapal
Tau
= Penghitam benang
Laiga
watu
= Rumah-rumah kecil di kebun
Narasumber
: LA UDA
Umur
: 90 Tahun
Sumber : Blog
Anak Wakatobi.htm

Comments
Post a Comment